Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Selamat Berjuang, Garudaku

Selamat Berjuang, Garudaku

 Saat sebagian orang pesimistis dengan peluang tim nasional Indonesia untuk berbicara banyak di AFF Suzuki Cup 2012, seorang teman justru memiliki pandangan yang berbeda 180 derajat.

"Percaya gue deh. Indonesia bakal juara, atau setidaknya masuk ke final lagi. Liat aja nanti," ujarnya dalam perbincangan malam di warung sate padang.

Dalam bahasa masa kini, pendapat kawan itu sangat "anti mainstream".

Oke, timnas Garuda pernah lolos ke final empat kali dari delapan penyelenggaraan Piala AFF sebelumnya, termasuk saat turnamen dua tahunan itu masih bernama Piala Tiger.

Itu memang bukan statistik yang buruk walau dalam empat final tesebut -- 2000, 2002, 2004 dan 2010 -- Indonesia selalu kalah. Hanya Thailand (5 kali) yang pernah lebih banyak berlaga di final ketimbang Indonesia.

Akan tetapi, untuk Piala AFF tahun ini, selain "die-hard fans", dan teman saya tadi, tidak banyak juga yang berani menjagokan Indonesia. Bahkan untuk lolos dari Grup B pun akan tak mudah untuk Elie Aiboy dan kawan-kawan.

Semua pemerhati sepakbola Indonesia tentu sudah tahu alasannya.

Ya, penyebabnya adalah konflik tak berkesudahan antara PSSI dan KPSI, yang sepertinya hanya Tuhan yang tahu apakah akan selesai atau tidak. (Dalam perbincangan saya dengan kedua pihak itu, masing-masing mereka tak yakin masalah ini bisa selesai. Jadi, tak perlu kita bahas panjang-panjang).

Akibatnya, pelatih Nil Maizar tidak bisa membangun sebuah tim nasional berintikan pemain-pemain terbaik di negeri ini.

Dari 22 pemain yang dibawa Nil ke Kuala Lumpur, jumlah pemain yang berpengalaman di kejuaraan internasional (tidak termasuk ujicoba) bisa dihitung dengan sebelah tangan. Memang ada pemain-pemain "londo" sepeti Tonnie Cusell dan Jhonny Van Beukering yang memperkuat timnas. Namun, mereka butuh waktu untuk adaptasi.

Belum lagi Indonesia akan bermain di kandang macan, Kuala Lumpur, bersaing dengan tuan rumah Malaysia, juara 2004 dan 2007 Singapura, serta Laos yang tim mudanya lolos ke semifinal SEA Games untuk pertama kalinya tahun lalu.

Hanya dua tim yang akan lolos dari babak grup ke semifinal dan saya yakin lebih banyak yang menjagokan Malaysia dan Singapura untuk lolos dari Grup B.

Tapi, teman tadi tetap keras kepala. Dia pun menguraikan "teori konspirasi" yang membuatnya yakin Indonesia akan menjuarai AFF Cup untuk pertamakalinya.

"Ingat, Bro. Tahun 2008, sepakbola Vietnam tengah dalam keadaan kacau karena masalah korupsi dan pengaturan hasil pertandingan. Siapa sangka mereka bisa juara dengan mengalahkan Thailand di final," jelas dia.

"Lalu, dua tahun lalu siapa yang menyangka Malaysia, yang dihancurkan Indonesia 5-1 di babak grup, malah menang 3-0 di leg pertama dan kemudian menang agregat 4-2."

Menurut dia, semua itu adalah konspirasi besar para "mafia judi" Asia yang meraup keuntungan besar dari kemenangan tim-tim non-unggulan itu.

Buktinya apa? Saya bertanya.

"Ah, elo kok bertanya bukti. Mafia judi itu seperti kentut. Bentuknya tak terlihat tapi baunya kemana-mana," jawabnya sambil terus mengunyah sate.

"Karena itu, saran gua, lu pasang Indonesia dah."

Obrolan selesai karena anak saya merengek ingin pulang.

Namun sepanjang jalan menuju rumah, saya memikirkan ulang teori teman tersebut yang sebenarnya masuk akal juga. Beberapa liga besar di Eropa saja, khususnya Italia, tergoncang oleh skandal pengaturan hasil pertandingan oleh mafia judi yang melibatkan pemain dan ofisial.

Ah, tapi semoga teori teman itu tidak benar. Bukan, bukan saya tidak ingin Indonesia menjadi juara AFF Cup. Saya ingin kalaupun benar Indonesia bisa membawa pulang piala itu, tak ada gosip-gosip tidak enak yang mengiringinya.

Saya percaya, tim Nil Maizar juga punya banyak kekuatan untuk dibawa ke lapangan. Jika sebagian orang menganggap Indonesia kali ini underdog, sejarah pun telah mencatat banyak underdog yang kemudian tampil mencengangkan. Sebut saja Republik Ceko di Euro 1996, Yunani di Piala Eropa 2004, dan lain-lain.

Satu hal, jangan pernah meremehkan faktor nonteknis. Pengalaman mungkin masih minim, tapi mereka mewakili sebuah generasi baru, anak-anak muda yang bakal memiliki motivasi tinggi untuk unjuk diri, unjuk gigi, bahwa mereka tak bisa dipandang remeh. Ini adalah waktu mereka. Their time is now.

Selamat berjuang tim Garuda!

Sumber :  http://sport.detik.com/sepakbola/read/2012/11/24/090029/2100055/425/selamat-berjuang-garudaku

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Partai-Partai Hujan Gol di Piala AFF

Partai-Partai Hujan Gol di Piala AFF

  Dalam delapan kali edisi Piala AFF, acap kali terjadi hujan gol dalam suatu laga. Pertandingan Indonesia melawan Filipina yang berakhir 13-1 masih menjadi rekor.

Sementara itu, Malaysia menjadi tim pertama yang membukukan tujuh gol dalam satu pertandingan saat menggilas Filipina dengan skor 7-0, di perhelatan Piala AFF yang pertama di tahun 1996.

Hujan gol di Piala AFF mulai berkurang semenjak diberlakukan fase kualifikasi di tahun 2007. Hanya ada tiga pertandingan yang berakhir dengan selisih lebih dari tujuh gol.

Laga laga itu adalah Singapura versus Laos pada 15 Januari 2007 yang berakhir 11-0. Dua laga lainnya melibatkan Vietnam, yakni saat melawan tim yang sama dua hari kemudian dengan skor akhir 9-0, dan yang satunya saat mencukur Myanmar 7-1 bulan Desember dua tahun lalu.

Berikut ini adalah laga-laga dengan hujan gol di Piala AFF:

1. Malaysia 7-0 Filipina, National Stadium, Kalang, Singapura, 4 September 1996.
2. Vietnam 9-2 Kamboja, Gelora Bung Karno, 15 Desember 2002
3. Indonesia 13-1 Filipina, Gelora Bung Karno, 23 Desember 2002
4. Vietnam 9-1 Kamboja, Thong Nhat Stadium, Ho Chi Minh City, 9 Desember 2004
5. Indonesia 8-0 Kamboja, My Dinh National Stadium, Hanoi, 13 Desember 2004
6. Thailand 8-0 Timor Leste, National Stadium Bukit Jalil, 12 Desember 2004
7. Singapura 11-0 Laos, National Stadium, Singapura, 15 Januari 2007
8. Vietnam 9-0 Laos, Jalan Besar Stadium, Singapura, 17 januari 2007
9. Vietnam 7-1 Myanmar, 2 Desember 2010, My Dinh National Stadium, Hanoi
10. Thailand 6-0 Brunei Darussalam, National Stadium, Kallang, 6 September 1996
11. Malaysia 6-0 Brunei Darussalam, National Stadium, Kallang, 10 September 1996
12. Vietnam 6-0 Kamboja, Tinsulanon Stadium, Songkhla, 7 November 2000
13. Indonesia 6-0 Laos, Thong Nhat Stadium, Ho Chi Minh City, 7 Desember 2004
14. Thailand 6-0 Laos, Surakul Stadium, Phuket, 8 Desember 2008
15. Indonesia 6-0 Laos, Gelora Bung Karno, 4 Desember 2010

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

" Juve " Tanpa Conte, Bisakah pertahankan scudetto.?

Juve 'Tanpa' Conte, Bisakah Pertahankan Scudetto?


Selebrasi juara Juventus usai meraih Scudetto diganggu dengan tuntutan hukum pada Antonio Conte. Dipastikan tak didampingi sang allenatore di pinggir lapangan, bagaimana peluang Bianconeri mempertahankan takhta Seri A?

Conte adalah sosok sentral dalam sukses Juventus meraih Scudetto pertamanya dalam sembilan tahun terakhir di musim lalu. Bianconeri malah melakukannya dengan cara yang sangat baik: tak terkalahkan di 38 pertandingan. Satu-satunya kekalahan yang diderita sepanjang musim adalah di final Coppa Italia saat tunduk di tangan Napoli.

Sukses itu membuat tifosi Juventus meyakini kalau siklus dominasi mereka di Seri A akan kembali datang. Sebelumnya 'Si Nyonya Tua' sudah merasakan tiga siklus tersebut yakni bersama Carlo Carcano di paruh awal 1930-an, Giovanni Trapattoni (1970-an sampai pertengahan 1980) dan yang ketiga di bawah besutan Marcelo Lippi di periode 1990-an.

Namun tuntutan hukum yang menjerat Conte membuat harapan tersebut kini mulai luntur. Komisi Disiplin FIGC memvonis Conte dengan hukuman cekal selama 10 bulan, alias sepanjang musim kompetisi Seri A tahun ini. Pelatih 42 tahun itu tidak akan bisa mendampingi timnya di pinggir lapangan saat pertandingan dan menghadiri konferensi pers. Namun Conte masih bisa melatih Gianluigi Buffon cs di sesi latihan rutin sehari-hari.

Tak seperti Calciopoli di tahun 2006, Juventus dan Conte tidak terlibat langsung dalam skandal pengaturan pertandingan yang muncul tahun ini. Conte dinyatakan bersalah karena dia mengetahui terjadinya kasus pengaturan pertandingan namun tidak melaporkannya. Tapi tetap saja, kasus ini menyita perhatian dan tenaga manajemen klub yang setia membela Conte.

Sejauh ini, skuat Juventus menunjukkan kalau ketiadaan Conte di pinggir lapangan punya efek minim pada mereka. Meski diwarnai kontroversi, Juventus bisa memetik kemenangan atas Napoli di Supercoppa Italia. Akhir pekan kemarin kemenangan juga didapat atas AC Milan di ajang Trofeo Berlusconi. Untuk kedua pertandingan tersebut posisi Conte diisi oleh Massimo Carrera, yang sejatinya adalah asisten pelatih.

Sanksi pada Conte memang bisa melemahkan Juventus, tapi di sisi lain justru bisa menjadi penyatu tim. Ini akan jadi modal penting buat Juventus dalam persaingan meraih Scudetto di musim 2012/2013 yang akan kick off akhir pekan ini.

Terlepas dari masalah hukum yang melibatkan Conte, Juventus berhasil melakukan beberapa deal bagus di bursa transfer. Mauricio Isla dan Kwadwo Asamoah jadi pembelian penting untuk memperkuat lapangan tengah, sementara Martin Caceres dan Lucio akan menjamin Juventus punya pertahanan solid.

Satu nama lain yang diyakini bakal berkontribusi besar adalah Sebastian Giovinco. Striker 25 tahun itu tampil impresif bersama Parma di musim kemarin setelah berhasil menyumbang 15 gol.

Upaya Juventus mempertahanan Scudetto bakal tambah sulit bukan hanya karena mereka tak akan ditemani Conte di pinggir lapangan. Dibanding musim lalu, jadwal laga mereka bakal bertambah padat dengan partisipasi di Liga Champions. Ini jadi ancaman yang bisa memecah konsentrasi, dan tentunya menguras lebih banyak tenaga.

Namun sekali lagi, pada akhirnya sukes atau tidaknya Juventus di musim 2012/2013 akan dipengaruhi oleh Scommessopoli. Tidak hadirnya Conte di matchday bakal memberi pengaruh sangat besar buat Juventus, baik secara taktik maupun mental bertanding.

Di musim lalu dalam beberapa pertandingan, Juventus menunjukkan penampilan yang jauh lebih baik di babak kedua. Ini menunjukkan tangan dingin Conte sebagai peracik strategi dan motivator ulung buat anak didiknya. Dua peran ini sulit digantikan oleh Massimo Carrera. Conte adalah kehilangan yang tak tergantikan buat Juventus.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

8 Transfer MU dengan Arsenal

8 Transfer MU dengan Arsenal

Robin Van Persie tinggal sejengkal lagi resmi pindah dari Arsenal ke Manchester United. Keduanya memang rival di Liga Inggris, tapi ini bukan kali pertama ada pemain Arsenal menyeberang ke MU atau sebaliknya.

Sejak bergulirnya era Liga Primer Inggris pada tahun 1992 silam, pertarungan Arsenal dan MU acapkali mewarnai berjalannya musim. Meski era ini mengetengahkan persaingan paling sengit, rivalitas mereka sudah lama terjalin mengingat kedua klub seringkali menghuni divisi yang sama sejak 1919.

Di bursa transfer musim panas kali ini, Robin Van Persie berpeluang memanaskan rivalitas tersebut di masa depan jika transfernya dari Arsenal ke MU rampung. Rasa getir niscaya dirasakan fans The Gunners jika akhirnya sang kapten tim justru hijrah ke salah satu klub rival di Inggris.

Pun demikian, transfer pemain dari Arsenal ke MU, atau sebaliknya dari MU ke Arsenal, bukanlah yang pertama kali terjadi. Berikut beberapa transfer tersebut:

1. David Herd (dari Arsenal ke MU)

 Berposisi sebagai penyerang, pemain Skotlandia kelahiran 15 April 1934 itu mulai mencuri perhatian ketika berseragam Arsenal pada periode 1954-1961.

Pada tahun 1961 Herd hijrah ke MU, kabarnya karena merasa ragu dengan ambisi Arsenal meraih gelar. Bersama 'Setan Merah', yang dibelanya sampai tahun 1968, ia tampil lebih tajam.

Situs MU pun kini mencatat Herd sebagai salah satu topskorer sepanjang masa di klub itu, dengan 265 penampilan dan 145 gol.

 2. Ian Ure (dari Arsenal ke MU)

Ure, pemain Skotlandia kelahiran 7 Desember 1939, berkecimpung dalam sepakbola di tanah Inggris selama 8 tahun. Dalam kurun waktu tersebut, ia cuma membela dua klub, Arsenal dan MU.

Arsenal, yang dihuninya pada 1963-1969, menjadi klub pertama Ure di Inggris. Musim pertamanya di 'Gudang Peluru' dilalui dengan oke, tapi lambat laun ia kehilangan posisi dan dilego ke MU.

Penampilan Ure di MU sendiri terbilang terbatas. Ia mencatat kurang dari 50 penampilan liga bersama MU sebelum akhirnya angkat koper pada tahun 1971.
  
3. Jimmy Rimmer (dari MU ke Arsenal)

 Menimba ilmu di akademi sepakbola MU, Rimmer yang berposisi sebagai penjaga gawang juga memulai karier profesionalnya bersama klub tersebut pada tahun 1965.

Di MU, pria Inggris kelahiran 10 Februari 1948 itu lebih banyak menghabiskan waktu di bangku cadangan untuk menjadi pelapis Alex Stepney. Rimmer akhirnya dipinjamkan ke Swansea City pada bulan Oktober tahun 1973.

Bersama Swansea, Rimmer kemudian tampil cukup mengesankan sehingga Arsenal yang kepincut pun membelinya dari MU pada bulan Februari 1974. Ia membela Arsenal sampai tahun 1977.

4. George Graham (dari Arsenal ke MU)

Membela Arsenal pada periode 1966-1972, Graham juga menjadi sosok penting dalam keberhasilan klub London itu meraih gelar juara dobel pada musim 1970-71; Piala FA dan Divisi Satu.

Graham, yang memiliki naluri serang tinggi meski bermain sebagai gelandang, harus berkemas dari Arsenal pada tahun 1972 setelah posisinya di tim direbut Alan Ball.

Pada bulan Desember 1972, Graham dilego Arsenal ke MU. Ia kemudian bertahan sampai tahun 1974 bersama 'Setan Merah'.

5. Brian Kidd (dari MU ke Arsenal)
 
Mulai bersepakbola di akademi MU, Kidd kemudian juga menembus tim senior The Red Devils mulai tahun 1967. Berposisi sebagai pemain depan, Kidd mulai mencuri perhatian.

Setelah mengemas 52 gol dalam 203 penampilan di liga untuk MU, Kidd pindah ke Arsenal pada tahun 1974. Ia bersama The Gunners sampai tahun 1976, sebelum hijrah ke Manchester City.


6. Frank Stapleton (dari Arsenal ke MU)

Stapleton memulai karier profesional di sepakbola bersama Arsenal pada tahun 1974. Punya reputasi sebagai penyerang yang punya tekel-tekel keras, ia juga dikenal tajam di depan gawang lawan dan punya sundulan jitu.

Sepanjang kariernya bersama Arsenal, Stapleton mencatat 75 gol dalam 225 penampilan liga. Ia diboyong MU pada tahun 1981, dengan harga transfer yang membutuhkan campur tangan pengadilan karena Arsenal dan MU tidak dapat bersepakat dengan harga transfernya.

Di MU, karier Stapleton masih bersinar. Ia ikut membantu MU menjuarai Piala FA 1983 dan 1985. Stapleton meninggalkan The Red Devils pada tahun 1987 setelah membuat 60 gol dalam 223 penampilan liga.

7. Viv Anderson (dari Arsenal ke MU)

 Sepanjang kariernya bermain, Anderson punya reputasi sebagai bek tangguh. Kepiawaiannya di lini belakang di antaranya turut membantu Nottingham Forrest, klub pertamanya, menjuarai Piala Champions--format lama Liga Champions--1978–79, 1979–80.

Mulai redup di Forrest, Anderson kemudian hijrah ke Arsenal pada tahun 1984 dalam usaha membangkitkan kembali kariernya. Anderson lantas ikut membantu Arsenal menjuarai Piala Liga Inggris 1986–87. Ia lalu pindah ke MU pada tahun 1987.

Pemain Inggris kelahiran 29 Juli 1956 tersebut menjadi salah satu rekrutan awal Alex Ferguson saat memanajeri MU. Karier Anderson di MU berakhir tahun 1991 menyusul datangnya Denis Irwin.

8. Mikael Silvestre (dari MU ke Arsenal)

 Silvestre tercatat sebagai pemain pertama yang transfernya melibatkan MU dan Arsenal di era Liga Primer Inggris yang mulai bergulir tahun 1992.

Direkrut MU dari Inter Milan pada tahun 1999, bek Prancis itu awalnya sempat sulit beradaptasi. Baru pada musim 2001–02 Silvestre berhasil menjadi salah satu pilar 'Setan Merah' dengan menunjukkan ketangguhan saat bertahan sekaligus kecermatan memberikan umpan ketika menyerang.

Pada prosesnya, cedera yang acapkali membelit membuat karier Silvestre di MU berakhir pada tahun 2008, setelah ia mencatatkan 249 penampilan di liga.

Setelah itu Arsenal menjadi klub baru Silvestre. Kariernya bersama The Gunners kemudian berakhir tahun 2010, setelah sebelumnya ia dituding melakukan beberapa kesalahan fatal di sektor pertahanan.


sumber : http://sport.detik.com/sepakbola/read/2012/08/16/103420/1992913/72/0/8-transfer-mu-dengan-arsenalb99220270

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Messi, Ronaldo, & Iniesta Finalis Pemain Terbaik di Eropa

Messi, Ronaldo, & Iniesta Finalis Pemain Terbaik di Eropa


 UEFA telah mengumumkan tiga nama pemain yang menjadi finalis penghargaan Pemain Terbaik di Eropa. Ketiga nama tersebut adalah Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, dan Andres Iniesta.

Penghargaan ini diberikan sejak tahun lalu setelah Ballon d'Or dilebur dengan penghargaan pemain terbaik dunia versi FIFA. Di edisi pertama, Messi yang mendapatkannya usai mengalahkan Ronaldo dan Xavi Hernandez.

Untuk edisi kedua ini, Messi dan Ronaldo kembali jadi finalis. Mereka, dan juga Iniesta, merupakan tiga pemain yang mendapatkan suara terbanyak dari para jurnalis dari 53 negara anggota UEFA.

Selanjutnya, tiga nama di atas akan kembali diadu pada 30 Agustus mendatang di Monako untuk dipilih yang terbaik. Penentuan pemenang akan dilakukan berdasarkan voting para jurnalis yang ambil bagian di putaran pertama.

UEFA juga telah mengumumkan nama-nama yang menduduki posisi keempat hingga kesepuluh. Mereka adalah Andrea Pirlo (90 poin), Xavi (57 poin), Iker Casillas (53 poin), Didier Drogba (31 poin), Petr Cech (14 poin), Falcao (14 poin), dan Mesut Oezil (10 poin).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS